BERKENALAN DENGAN TEATER
Sekilas TEATER
Sebenarnya apa itu teater? Teater berasal dari kata teatron (bhs Yunani) yang berari sebuah tempat untuk menonton pertunjukan acting untuk memuja dewa Dyonisius. Berkembang menjadi istilah bagi pertunjukan semacam di teatron. Dalam perkembangan sekarang di Indonesia teater berarti sgt luas mencakup gedung pertunjukan, pekerja (pemain dan kru) dan isi pentasnya. Atau bahkan semua jenis tontonan pangung asal mencakup tiga kekuatan pekerja, tempat, penonton, atau ada tiga unsur: bersama, saat, tempat.
Teater, dari semula upacara ritual, lalu berkembang menjadi seni pertunjukan, dan sekarang telah juga menjadi sebuah Ilmu yang dipelajari, dikembangkan, dianalisa dan terus dicari kemungkinan pembaharuannya. Teater bukan semata panggung pertunjukan, tetapi sebuah penyatuan pikir, rasa dan kehendak bersama, yang dilebur menjadi sebuah jalan pikiran bahkan jalan hidup.
Teater adalah sebuah bangunan yang tersusun dari berbagai bagian yang sama penting, seni rupa, arsitektur, dan tata artistik, seni peran, penyutradaraan, manajemen produksi, manajemen organisasi, seni musik, sosiologi, antropologi, psikologi, politik teknologi dan lain-lain, sehingga kerja sama dan kepahaman bersama adalah kunci utama dalam kerja Teater.
Mempelajarai Teater saat ini adalah hal yang lumayan membingungkan, kita masuk ke sebuah belantara yang penuh simpangan dan remang-remang, banyak ideologi, banyak aliran, banyak gaya, banyak model, dan bahkan banyak sejarah berbeda yang kadangkala saling melawan. Akan tetapi untuk menerjuni Teater, masih sangat terbuka karena semua itu masih bisa dipelajari. Untuk menjadi sorang pelaku Teater, yang harus dilakukan adalah sederhana, masuk sekolah teater, atau grup teater. Cukup!. Akan tetapi di dalamnya kita harus dan wajib mempelajari sejarah, ideologi yang ada dan segala Teori yang mendasari berbagai model teater itu. Tanpa itu mustahil kita bisa mengembangkan Teater.
Teater dpt digolongkan menjadi dua:
• Teater tradisional : wayang orang, randai, arja, longser, lenong, kethoprak dsb.
• Teater modern (barat) : teater yang kita kenal kini dengan berbagai variasi aliran dan gaya. Yang menganut konvensi barat.
TUJUAN dan PERAN TEATER
Tujuan keluar : menghibur, mempengaruhi, memberi pelajaran, memotivasi, mengajak, dan bahkan memberi kejutan atau serangan. Menurut Radhar Panca Dahana teater saat ini memiliki 3 peran.
• Mengembalikan teater sebagai upacara bersama dalam memuliakan manusia, ritual penyucian. Peristiwa teater dijadikan media untuk bercermin bersama, mencoba mencari kebenaran dan keselarasan hidup.
• A Public medium of communication, media komunikasi terhadap publik. Teater menjadi media menyampaikan gagasan, usul, protes atau bahkan sekedar tegur sapa.
• Medium dan wacana pernyataan diri para pelakunya. Memenuhi kebutuhan aktualisasi dan ekspresi bagi para pelaku untuk menemukan jati diri.
Tujuan ke dalam. Bagi para pelaku manfaat berteater bisa sangat banyak. Teater bisa melatih mengasah kepekaan dalam memaknai perilaku dan tindakan dalam kehidupan. Teater adalah juga media bersosialisasi, bekerja sama, berbagi cinta dan persaudaraan, melepas lelah dari beban-beban hidup, bahkan media mata pencaharian. Semua itu tergantung para pelaku itu sendiri. Melalui kerja Teater dapat dilatih kedisiplinan yang bisa diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
KOMPONEN DALAM KERJA TEATER
Teater tidak hanya berisi aktor saja. Teater layaknya paduan suara, orkestra, band dan lain-lain dimana berdiri diatas kerjasama berbagai wujud. Sedara garis besar ada 5 unsur :
1. Penulis naskah
2. Sutradara
• Manager panggung
• Music director
• koreografer
3. Aktor
4. Penata artistik. Meliputi penata lighting, setting, kostum dan make-up.
5. Pimpinan Produksi (beberapa buku menyebut Pim. Produksi hanya sbg kaki tgn sutradara).
Penulis naskah adalah penentu konsep pertama kali. Didalam naskah Ia menorehkan Visi dan Misinya. Naskah harus punya kemungkinan pemanggungan yang tidak mendikte sehingga sutradara bisa mengembangkan imajinasi dan penafsiran yang bisa melengkapi visi dan misi yang di kehendaki penulis.
Sutradara kemudian melakukan intepretasi terhadap naskah. Dari situ sutradara membuat konsep pemanggungan meliputi banyak hal terutama visi, pilihan tema, fungsi karakter terhadap tema, lingkungan fisik panggung (setting,lighting, kostum dan make-up). Selanjutnya disampaikan kepada aktor dan penata artistik.. Tugas utama sutradara selanjutnya adalah melatih aktor agar mampu mempertunjukkan drama tersebut sesuai dengan kehendak sutradara. Sutradara juga harus terus berkomunikasi dengan semua bagian. Ia adalah pusat penentu bermutu atau tidaknya pertunjukan.
Aktor. Aktor wajib mengerahkan seluruh modalnya yaitu Tubuh (tubuh, vokal), Rasa, dan Jiwa untuk melakukan internalisasi, penghayatan dan penerapan karakter sesuai yang ada dalam naskah dan interpretasi sutradara. Tugas utama aktor di panggung adalah meyakinkan penonton bahwa yang Ia lakukan adalah benar.
Penata Artistik mengolah konsep sutradara menjadi desain nyata dan bersama-sama diterapkan pada saat pementasan. Tawar menawar pilihan bisa saja terjadi dalam interaksi, sutradara-penata artistik, dan aktor-penata artistik. Penata Artistik membawahi bagian Kostum, Make up, setting panggung segala yang berhubungan dengan tata visual panggung. Penata atistik wajib punya sense seni rupa dan arsitektur yang bagus.
4 unsur diatas adalah penyusun kehidupan panggung. Namun hidupnya Teater sebagai pertunjukan membutuhkan tangan lain yaitu Pimpinan Produksi. Beliaulah yang mengurus keuangan, pencarian tempat dan manajemen pemasarannya. Kerjanya meliputi usaha dana, pengurusan gedung pertunjukan, pengelolaan dana, publikasi, pertiketan dan sebagainya termasuk pembagian honor. Pada grup Teater Komersial, Pimpinan Produksi berhak menawar konsep sutradara untuk mendukung pemasaran pertunjukan.
Sebenarnya masih ada tokoh penting lainnya misal :
Stage Manager (manager pangung). Tugasnya adalah mempersiapkan hal-hal teknis panggung. Dari mulai tempat latihan, tempat pentas sampai pengecekan segala atribut pangung dan teknik pemasangannya. Stage manager sangat dibutuhkan bagi produksi kolosal, melibatkan banyak pemain, banyak set panggung dan banyak teknik yang membutuhkan keahlian khusus. Misal akrobatik, sulap, tarian, efek dan perubahan set selama pentas berjalan.
Music Director. Bertanggung jawab mengaransemen dan menciptakan komposisi musik iringan sesuai dengan yang dikehendaki sutradara. Idealnya musik director adalah pemain musik yang handal. Tapi tidak harus, yang penting wawasan musiknya luas. Punya naluri merasakan jiwa musik dan mampu memilah musik macam apa yang cocok dengan cerita baik dari segi suasana, jaman, warna peristiwa dsb.
Namun seperti yang ditulis dalam banyak buku drama, hanya dikelompokkan 4 unsur saja karena pimpinan produksi, stage manager dan music director dianggap perpanjangan tangan sutradara saja artinya itu semua layaknya tugas sutradara,tapi dirasa cukup penting dan sutradara kurang mampu lalu dia mengangkat pembantu untuk menanganinya.
Demikianlah, kesemua unsur itu harus bersatu visi dan secara seimbang menyumbangkan kreasinya demi sebuah pementasan yang well made play.
GAYA atau ALIRAN DALAM TEATER
Secara garis besar ada dua model atau pola penyajian teater, Realisme dan Teaterikal. Dua model utama ini kemudian diturunkan dan dikembangkan menjadi berpuluh aliran dan konsep Teater.
Realisme
Gaya Realisme dipelopori oleh Henrik Ibsen (Norwegia). Gaya ini menganut teori Aristoteles, yang dalam struktur dramatiknya hukum sebab-akibat dan azas-azas psikologi menjadi benang merah cerita. Realisme menawarkan kewajaran dan kenyataan sehari-hari. Jika klasik menampilkan keluarga istana, maka realisme menghendaki pelacur, petani, tukang jahit dan orang-orang wajar lainnya muncul di panggung. Dialog dan aktingnya pun di desain untuk mendekati kewajaran, termasuk penataan set panggung. Realisme disebut juga menyuguhkan ilusi (tipuan) kenyataan yang mampu menyeret penonton untuk turut merasakan seperti yang dialami para tokoh di atas panggung. Karenanya Realisme ini disebut realisme ilusionis atau realisme psikologis. Selain Ibsen ada lagi tokoh yang menjadi pemikir akting ralisme yaitu Konstantin Stanilavsky dan Richard Boleslavsky.
Teatrikalisme
Teatrikalisme menolak realisme. Dipelopori oleh Bertold Brecht dengan teater epicnya. Brecht menghendaki teater dengan ciri-ciri : memikat, indah sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi, dan penuh cerita humor. Brecht tidak ingin penonton larut dalam cerita karena itu membuat mereka tak bisa kritis terhadap isu/tema yang ditawarkan. Maka penonton harus diasingkan (di alienasi). Dari pendekatan acting sampai set panggung tidak boleh mendekati kewajaran. Brecht juga mengangkat tema-tema sosial seperti halnya Realisme ilusionis, maka gayanya juga disebut Realisme sosialis.
Gaya teatrikalisme lain adalah Artaudian. Dipelopori oleh Antonin Artaud. Ia menolak realisme karena remeh temeh, penuh komersialisasi, dan menjadi dangkal. Ia amat kagum pada teater tradisi di Bali. Dan teater Bali adalah teater idamannya. Ia menyebut gayanya teater kekejaman. Teater yang harus mempu menyampaikan kepada penonton bahwa bahaya dunia telah benar-benar mengancam. Artaudian menolak penjajahan sastra, jadi tak ada text tertulis. Unsur pentingnya adalah visual, dan bunyi (bukan kata) dan gerak. Sekarang banyak tokoh-tokoh yang mengikuti jejak untuk mengeksplorasi teater tanpa kata, termasuk Jerzy Grotowsky dengan gagasan Teater miskinnya.
TEATER DI INDONESIA
Teater modern memasuki indonesia setelah masuk abad ke-20, dibawa oleh para intelektual muda indonesia saat itu. Baru setelah kemerdekaan Teater modern (dgn pola realisme) mulai benar-benar muncul.
Tahun 50-an di jakarta berdiri Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) oleh Asrul sani, Usmar Ismail dan kawan-kawan. Dari rahim ATNI inilah muncul pendekar-pendekar teater Indonesia antara lain Teguh Karya, Tatik Maliyati, Kasim Ahmad, Slamet Raharjo, Titi Qadarsih, N. Riantiarno dan lain-lain. Saat itu di bandung berdiri Studiklub Teater Bandung (STB) yang merupakan grup teater modern tertua di Indonesia. STB di pimpin oleh Jim Adilimas dan Suyatna Anirun. Sementara di Jogja juga berdiri Akademi seni Drama dan Film (ASDRAFI) dipimpin Sri Murtono dan RMA. Harymawan, penulis buku Dramaturgi. ASDRAFI lah yang juga pernah mendidik Putu Wijaya dan Arifin C. Noer selain WS Rendra
Meskipun sejak zaman pergerakan nasional hinga 50-60an tokoh teater indonesia asik mengeluti realisme-ilusionis dan berkiblat pada akting stanilavsky, namun tahun 60-an itulah awal perkembangan gaya lain. Tercatat Jim Lim (STB) pada 1960 di Bandung telah mementaskan “Bung Besar” dengan gaya Brechtian dan dicampur unsur teater daerah yaitu Longser. 1964 Ia melanjutkan dengan Hamlet yang disadur menjadi Jaka Tarub dan dibumbui gamelan, topeng Cirebon, dsb. Menjelang 70-an, sekembalinya Rendra dari Amerika Ia menggebrak dengan eksperimentasi Teater mini kata. Tahun 70 bahkan disebut musim semi Teater Indonesia.
Beberapa tokoh yang penting dalam perlembangan Teater di Indonesia antara lain: Teguh Karya (alm) dengan Teater Populer nya, Arifin C. Noer (Alm) dengan Teater Ketjil nya, Putu Wijaya dengan Teater Mandiri, W.S. Rendra dengan Bengkel Teater, N. Riantiarno dan Teater Koma. Suyatna Anirun (alm) dgn STB, dan banyak tokoh lainnya. Dan generasi saat ini seperti Rahman Sabur (Teater Payung Hitam Bandung), AGS. Arya Dipayana (Teater Tetas Jakarta), Didi Petet (Sena Didi Mime Jakarta), Hanindawan (Teater Gidag-Gidig Solo) dsb.
Di Jogja dewasa ini, mereka yang memperlihatkan upaya dan pencapaian yang hebat adalah Butet Kertaradjasa, Heru Kesawa Murti dan Jujuk Prabowo (Teater Gandrik), Yudi Ahmad Tadjudin (Teater Garasi), Joned Suryatmoko (Teater Gardanalla), Menthol Hartoyo (Komunitas Seni Timoho) dsb. Dalam keaktoran ada Landung Simatupang dan Whani Darmawan. Serta banyak teaterawan muda yang nampak berpotensi, termasuk (semoga) anda dan saya, amiin..
Saat ini telah banyak lembaga pendidikan dan grup teater yang aktif bergerak dan mengembangkan Teater. Akan tetapi yang lebih diperlukan adalah keikhlasan menghidupi Teater tanpa harus membunuh bagian hidup lainnya. Awas!! Ada seorang pengamat teater pernah berkata : ” Teater dalah musuh keluarga...” gak percaya?, tanya saja para pelaku dari kalangan pelajar dan mahasiswa, berapa gelintir yang di dukung berteater oleh keluarga. Mengapa? Masuklah dan anda akan tahu jawabnya.
Selamat menempuh hidup baru.
Bacaan.:
Anirun, Suyatna. 1998. Menjadi Aktor. Bandung: Studiklub Teater Bandung bekerja sama dengan Taman Budaya Jawa Barat dan PT Rekamedia Multiprakarsa.
Carlson, Marvin, B.S, M.A, Ph.D. 2004. Drama And Dramatic Arts. Online encyclopedis 2004. Http://encarta.msn.com.
Carlson, Marvin, B.S, M.A, Ph.D. 2004. Theatre. Online encyclopedis 2004. Http://encarta.msn.com.
Dahana, Radhar Panca. 2001. Homo Theatricus. Magelang: yayasan Indonesia Tera.
Riantiarno, N. 2003. Menyentuh Teater. Jakarta: MU:3 Books bekerja sama dengan PT HM Sampoerna.
Sahid, Nur. 2000. Interkulturalisme dalam Teater. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
Sitorus, Eka D. 2002. The Art Of Acting. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong, Yapi. 2000. Seni Akting. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Waluyo, Herman J, Prof. Dr. 2001. Drama : Teori dan pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar