iklan

Jumat, 21 Juli 2017

Blog ini telah PINDAH ke Gelaran.id

pindah ke http://gelaran.id
Blog ini telah PINDAH ke 
Gelaran.id - berita, ulasan dan esai pertunjukan teater, tari dan musik di Jogja dan Indonesia.

Rabu, 08 Oktober 2014

Diskusi Musik dan Gerakan Demokrasi 90an : PRELIMINARY NOTES




Preliminary Notes
It Sounds Like a Whisper
Musik dan Gerakan Demokrasi Dekade 90’an


Dalam konteks Musik dan Gerakan Demokrasi, sangat mungkin penggalan lirik lagu Tracy Chapman ‘Talkin’ bout a Revolution’ adalah manifestasi dari peran musik dalam proses Demokrasi. ‘Don’t You Know, They’re talking bout a Revolution. It Sounds Like a Whisper’. Hanya bisikan. Musik bukanlah sesuatu yang muncul sebagai pemeran utama. Lirih dan bersembunyi.

Merujuk pada gerakan demokratisasi dekade 90’an (yang dikenal dengan Gerakan Reformasi), khususnya di Yogyakarta, kita ingin mengkaji kaitan musik dengan gerakan sosial/gerakan moral yang dimotori oleh Mahasiswa menuju jatuhnya Presiden Soeharto pada tahun 1998. Apakah bisa dikatakan musik memegang peran tertentu dalam proses demokratisasi secara kolektif.

Musik sendiri sebagai produk juga mengalami pembebasannya dengan merujuk demokrasi sebagai praktik atau prinsip kesetaraan sosial. Di era 90’an skena musik Yogyakarta (Juga Indonesia) perlawanan terhadap korporasi rekaman besar sedikit demi sedikit muncul dalam wujud sebagai apa yang sering disebut dengan gerakan musik indie dengan falsafah Do-it-Yourself (DIY).

Dalam hal ini, Laras - Studies of Music in Society, bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri/PKKH - Universitas Gadjah Mada mengadakan serial forum studi ‘Preliminary Notes’ yang dalam beberapa seri pertemuannya akan memberlangsungkan tukar pikiran dalam koridor Musik & the Civil Society.

Dalam It Sounds Like a Whisper - Musik dan Gerakan Demokrasi Dekade 90’an, forum ini akan menghadirkan dua pembicara: Indra Menus (praktisi Musik) dan Antariksa (Peneliti di Kunci Cultural Studies / mantan aktivis kampus). Dengan moderator Rizky Sasono aka Risky Summerbee. Forum pertama ini akan diadakan pada:

Rabu, 22 Oktober 2014
Pukul 14.00 WIB
di Ruang B4.
Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri - PKKH
Universitas Gadjah Mada

Diskusi ini terbuka untuk umum. Gratis.

Selasa, 30 September 2014

SEMINAR TEATER



Dinas Kebudayaan Propinsi DIY dan Paguyuban Teater Yogyakarta mengundang Anda untuk mengikuti seminar teater

"Sumber dan Orientasi Nilai Penciptaan Teater"
Di Hotel Brongto, Jl. Suryodiningratan No. 26
Selasa, 7 Oktober 2014
Pk. 09.30 - 16.00 WIB

Acara:
Sesi I : Sumber Penciptaan Teater
Pembicara : Shinta Febriany Sjahrir (Kala Teater, Makasar), Ibed Surgana Yuga (Kalanari Teater, Yogyakarta), Gunawan Maryanto (Teater Garasi, Yogyakarta)
Moderator : Nanang Arizona

Sesi II : Orientasi Nilai penciptaan Teater
Pembicara : Radhar Panca Dahana (Jakarta), Halim HD (Solo), Lono Simatupang (Yogyakarta)
Moderator: Indra Tranggono

Sesi III : Presentasi Pencatat Proses
Ikun Sri Kuncoro dan Kusen Alipah Hadi

Mohon konfirmasi kehadiran ke 085726817576 (Andy Sri Wahyudi) sebelum tanggal 6 Oktober 2014

Sabtu, 12 Juli 2014

Festivla #14 | Juli 2014



FESTIVLA adalah ajang bulanan presentasi karya cipta lagu yang digiatkan oleh Forum Pencipta Lagu Muda Jogjadan Kedai Kebun Forum.

FESTIVLA edisi 14 akan digelar di Kedai Kebun, Jl, Tirtodipuran no. 3 Jogja pada Rabu, 16 Juli 2014 jam 20.00 WIB.

6 Pencipta Lagu akan tampil yaitu :

MENDO 
Mahasiswa UNY, kelahiran Temanggung 1991. Aktif di UKM Musik SICMA UNY. Belajar musik secara otodidak. Memainkan musik Pop, slow rock dan Rock.

TEDY TNT
Mahasiswa Pendidikan Seni Musik UNY. Lahir di Selong, Lombok Timur 1991. Bermusik sebagai pemegang gitar, Tedy telah merilis album solo perdana berjudul Momot Meco (2014). Selain bersolo karir, Tedy juga tergabung dalam band bernama Rigby. Bersama Rigby, Tedy mencatatkan band nya sebagai salah satu dari 10 Finalis LA Lights Meet The Label dan Juara 1 Lomba Cipta Lagu Jogjagres 2013. Sedangkan atas namanya sendiri, Tedy mencatatkan namanya sebagai Juara III Lomba Cipta Lagu dalam Pekan Kreatif RRI Yogyakarta.

NCHE ANOEGRAH
Lahir di Jambi pada tahun 1991. Belajar gitar sejak SMP dan mulai menjadi drummer ketika SMA. Tahun ini, Nche telah berstatus sebagai Sarjana Seni Musik alumni ISI Jogja dengan minat utama Musik Pendidikan dan instrumen Perkusi. Ia kini bekerja sebagai pengajar Drum di Purwacaraka Music Studio. Di sela kesibukannya, Nche juga membuat lagu. 

EKO SUSANTO
Lahir pada tahun 1982 di Sukoharjo, Saat ini juga tinggal bersama Ibu tercinta di Sukoharjo. Eko adalah penulis puisi, cerpen dan novel. Ia juga memanfaatkan puisi-puisinya untuk digubah menjadi lagu dan dimainkan oleh band yang ia menejeri bernama PEOTICS. Dengan karya lagunya, is sukses mendorong Peotics mewakili Jawa Tengah berunjuk gigi di LA Lights Meet The Label 2012 di Jakarta.

ARIF MAULANA
Remaja Jogja ini pernah tampil 2 kali di Festivla tahun lalu. Kali ini ia akan membawakan karya musikalisasi puisi bersama kawan-kawannya.

DONI SUWUNG
Pemusik yang setia dengan solo karirnya, berdendang sambil bermain gitar. Ia kerap tampil dalam berbagai acara musik. lagu-lagu balada bertema kemanusiaan menjadi ciri khasnya.

Acara ini gratis dan terbuka untuk umum. 

Kamis, 17 April 2014

Kethoprak | PERANG TAK PERNAH USAI


Pentas Kethoprak Kolaborasi 2014
Dalam rangka Dies Natalies UNY Emas ke - 50 tahun

"PERANG TAK PERNAH USAI"
Sepenggal kisah tentang kegelisahan Bambang Sumantri dan Arjuno Sosrobahu 
karya mahasiswa FBS UNY

tanggal 1 Mei 2014
pukul 19.00 wib
di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta

HTM : presale : 10.000 OTS : 15.000

Sabtu, 12 April 2014

Jagongan Wagen edisi April 2014


Ruang Presentasi Padepokan Seni Bagong Kussudiardja dengan gembira mengajak rekan semua untuk Njagong di Jagongan Wagen Edisi April 2014 :

NGGARAP(i) Kenyataan

Hari/Tanggal : Sabtu/26 April 2014
Waktu Njagong : 19.30-selesai
Tempat : Padepokan Seni Bagong Kussudiardja. Dusun Kembaran RT 04/ RW 05 Bantul, DI Yogyakarta

Seniman:
1. Anggit Wirasta.
2. Agatha Megumi
3. Ayu Rahayu.
4. Beni Sanjaya.
5. Sekar Ayu

Tulisan Kuratorial:

N: “Eh Cin, kamu percaya nggak, kalau manusia itu punya kenyataan sejak lahir? Percaya nggak?”
T: “Ya iyalah Cin, gitu aja pakai ditanya, ya jelas percaya lah!”

N: “Kok bisa percaya? Coba Cin jelasin!”
T: “ Gini ya, kenyataan itu kan hadir bersama bekerjanya indera penglihatan, indera pendengaran, indera peraba, indera penciuman dan indera perasa yang dianugerahkan sejak kita lahir dan dengan setia memproduksi peristiwa-peristiwa yang tak terelakkan dalam diri manusia.”

N: “Busyet, bahasanya canggih banget. Aku juga bisa Cin. Gini ya. Aku sepakat sama kamu, aku tambahin. Peristiwa-peristiwa tersebut menjelma menjadi sumber kenyataan yang mengesankan sekaligus mampu menjadi sumber kenyataan yang selain mengesankan.”
T: “Mengesankan selain mengesankan itu tergantung pada bagaimana kita menggarap kenyataan itu Cin. Iya nggak? “

N: “Weis..kita berdua emang oke banget Cin, kalau kita mau menggarap kenyataan yang senyata-nyatanya bisa dinyatakan oleh yang menggarap kenyataan, maka nyatalah yang diggarap oleh yang menggarap kenyataan, sehingga yang digarap tergarapi dengan nyata oleh yang menyatakan…yang..yang..yang.. “
T: “beuh..beuh…beuh…Anda benar-benar menghayati dalam menggarapi kenyataan saudara! Gokil abisss… Aku kasih tahu ya, sesungguhnya keberanian untuk gokil itulah yang dibutuhkan untuk menggarap(i) kenyataan.”

N: “Ya iyalah, hidup Gokil! Eh Cin, setelah hampir dua minggu kita Nggarap(i) Kenyataan bersama lima seniman hebat di Jagongan Wagen, aku jadi merasa hidupku ini menjadi berwarna merah, maksudnya menyala, membakar, dan selalu bersemangat karena…..”
T: “Cukup!!! Aku tahu yang kamu rasakan Cin, karena itu pulalah yang aku rasakan. Nggarap(i) Kenyataan membuat hidupku jadi lebih hidup. Jadi ya Cin, marilah…”

N & T: “KITA NGGARAP(I) KENYATAAN!” (muka merah menyala)

Kurator
Nunung Deni Puspitasari
Tita Dian Wulansari

Jumat, 11 April 2014

Kethoprak | GEGER PACINAN


Kethoprak Ringkes Tjap Tjonthong
GÈGÈR PACINAN
Naskah 
Drs. Susilo Nugroho 

Gedung Concerthall Taman Budaya Yogyakarta,
25 dan 26 April 2014, Pukul 20.05 WIB.

Tim Sutradara : Marwoto Kawer dan Susilo Nugroho; Penata Iringan :Warsana Kliwir ; Penata Artistik : Rio Srundeng dan Eko ; Penata Cahaya : Edo Nurcahyo ; Pimpinan Produksi : Nicky Nazaready ; Pemain : Bagong Trisgunanto, Marwoto Kawer, Den Baguse Ngarso, Hargisundari, Nano Asmorodono, Kocil Birawa, Sarjono, Bayu Sugati, Bayu Saptama, Rini Widyastuti, Ngatirah, Rio Srundeng, Novi Kalur, Sronto, Doyok Kadipiro, Kliwir, Maryono, Anom, Dugul, Catur Benyek, Ranto, Yoga, Eko,Nicky.

GÈGÈR PACINAN

V.O.C alias kumpeni membuat aturan baru dan mendadak. Khusus etnis Cina di Betawi yang tinggal lebih dari sepuluh tahun dikenai pajak baru yang sangat memberatkan. Bagi yang tidak mampu membayar langsung dipenjara. Tindakan yang semena mena ini memancing emosi banyak orang. Di bawah pimpinan Kapten Sepanjang ( Souw Phan Ciang ), mereka memaksa petugas untuk mengeluarkan rekan rekan mereka yang telanjur dipenjara. Tentu saja tindakan ini menimbulkan kemarahan Kumpeni.
Pertempuran tidak dapat dihindarkan, tetapi Kumpeni gagal menangkap Kapten Sepanjang. Ia telah melarikan diri ke Jawa Tengah. Kemarahan Kumpeni dilampiaskan kepada semua orang Cina di Betawi. Mereka yang tidak tahu menahu persoalan dibunuh. Ribuan orang menjadi korban, yang masih hidup segera melarikan diri. Dalam penyelamatan diri itu pun menimbulkan kesengsaraan bagi pelakunya, seperti isteri Nie Hoe Kong yang harus kehilangan semua hartanya atau Nyah Nganten seorang Jawa bersuamikan orang Cina yang menjadi stress karena kehilangan anak dan suaminya.
Di Jawa Tengah Kapten Sepanjang mendapat sambutan hangat dari para petinggi Kasunanan Surakarta seperti Tumenggung Martayuda, Patih Natakusuma maupun Pangeran Mangkubumi. Bahkan Sunan Pakubuwono II pun ikut mendukung. Kekuatan orang Jawa yang jauh lebih banyak itu sempat merepotkan Kumpeni.
Dalam menghadapi kekuatan besar itu, Kumpeni mampu memecah kekuatan. Patih Natakusuma ditangkap, Kapten Sepanjang terpisah dari barisan dan melarikan diri. Kekuatan semakin melemah, karena Sunan Pakubuwono II secara mendadak berbalik arah, ganti mendukung Kumpeni. Bahkan ia memerintahkan Pangeran Mangkubumi untuk menangkap para pemberontak. Bila berhasil akan diberi hadiah daerah Sukawati.
Pangeran Mangkubumi segera melaksanakan tugas. Tumenggung Martapura diminta menghentikan pemberontakan dan diajak menyusun kekuatan bila ia telah mendapat kekuasaan di Sukawati. Bahkan nantinya kekuasaan di Sukawati dapat digunakan untuk meyusun kekuatan bersama Kapten Sepanjang ataupun orang lain yang menolak keberadaan Kumpeni. Ajakan itu berhasil. Keadaan menjadi tenteram.
Tiba tiba ada berita mengagetkan. Atas desakan Kumpeni, Sunan Pakubuwono II membatalkan pemberian hadiah, tanpa alasan yang jelas. Kebijakan itu membuat marah Pangeran Mangkubumi. Ia ingin menegakkan keadilan di negeri ini. Sungguh suatu keinginan yang mulia. Tetapi Ia tidak menemukan jalan lain, kecuali perang melawan Kumpeni. Artinya akan muncul korban korban baru seperti orang orang Cina di Betawi, Isteri Nie Hoe Kong atau Nyah Nganten yang stress itu.