ANDREW MCMASTERS adalah direktur artistik dan tim perintis (bersama Mike Christensen) yang mendirikan JET CITY IMPROV dan kelompok usahanya, Wing-It Productions. Jet City Improv, yang telah berpentas secara kontinyu di Seatle sejak 1992, dikenal karena adegan-adegan improvisasi, nyanyian, humor-humor cerdas, dan pentas yang sold out. Setelah terkenal di kalangan mahasiswa dan perusahaan-perusahaan local, Jet City sekarang menempati gedungnya sendiri, Historic University Theatre di Distrik University Seatle. Jet City secara terus menerus menampilkan garapan terbaru, termasuk pertunjukan panjang seperti Instant Musical, Lost Folio, Election Show, dan twisted Flicks. Didirikan oleh dua aktor lulusan pendidikan klasik bergelar MFA, 24 orang anggota Jet City Improve berlatih setiap minggu, pentas beberapa kali setiap minggu, dan menghasilkan pemberitaan setiap selesai pentasnya. Andrew mendapat gelar MFA nya di bidang acting dari Universitas Washington dan BA dalam bidang teater dari Universitas Temple . Dia telah tampil di pentas di berbagai tempat seperti Seattle Repertory Theatre, Seattle Shakespeare Company, Seattle Children's Theatre, bekerja bersama banyak sutradara seperti Mary Zimmerman, Victor Pappas, and Rita Giomi, juga dalam berbagai film indie maupun komersial. Dia juga salah satu anggota AEA/AFTRA, sekaligus anggota pengurus dari Theatre Puget Sound, payung bagi grup-grup teater Seatle.
Interview oleh Rachel Rutherford
Andrew McMasters, kamu berada di posisi di mana banyak aktor mengejarnya. Anda punya pasukan improvisasi sendiri. Punya gedung sendiri. Ini adalah pekerjaan tetapmu. Jet City Improve adalah salah satu teater improvisasi yang sangat sukses di seluruh Seatle.
Menurut saya, saya cuma sedang wawancara di radio. Hahahhahaa… Terima kasih.
Kenapa kamu tertarik di bidang akting?
Aku kenal drama pada saat di SMP, semua drama musical sekolah dicoba di SMP. Pertama kali mereka pentas, aku sangat menikmati. Aku bersiul dan bersorak. Aku bahkan tidak sengaja sama sekali. Seperti kegembiraan yang keluar begitu saja. Yang kemudian menuntunku ikut audisi dan bermain drama musik di SMA.
Kemana karir aktingmu selepas SMA?
Aku memutuskan kuliah di Teknik Biomedikal. Aku tetap sering pentas dan main olahraga. Salah satu kawan pendiri Firma Hukum tempat ibuku bekerja baru saja berhenti lalu memilih bermain tuba di Philadelphia Philharmonic. Ibuku lalu bilang : “Kamu juga bisa saja memilih apa yang kamu ingin kerjakan sekarang, atau itu akan kamu temukan nanti. Apa yang kamu inginkan?”
Segera aku mencari sekolah teater. Aku dapat gelar BA di teater dari Temple University di Philadelphia. Kampusku rangking lima dalam urusan teater se USA . Kedua orangtuaku juga lulusan sana . Setelah kuliah, aku mencoba teater jalanan. Aku mulai bekerja di Atlantic City melakukan walk-around entertainment dengan karakter badut. Jadi aku tinggalkan kesarjanaan dengan sebuah gelar dan segera menjadi aktor yang bekerja.
Bagaimana kamu sampai ke Seatle?
Umurku 23 atau 24 waktu aku pindah ke Seattle . Aku pindah karena kota ini sangat subur untuk teater independen. Waktu aku datang tahun 89-90 an, kelihatannya semua storefront punya 50 kursi. Tempat kecil bisa kita sewa sekitar 75 dolar permalam dan kita bisa pentas di situ. Dan penontonnya pasti ada. Yang kita butuhkan hanya spanduk di luar tempat pentas, flyer, dan kita dapat 30 orang datang menonton. Di tahun 1990, aku banyak ikut audisi. Aku pentas satu atau dua kali lalu aku melamar iklan dari seseorang yang mau bikin grup improvisasi, aku lolos.
Apa itu ekspose pertamamu di teater improvisasi?
Ya. Aku pernah nonton beberapa, juga mencoba beberapa kali di kuliah dulu. Tapi secara total inilah ekspose pertamaku, audisi untuk grup improv bernama Train of Thought dan lolos seleksi. Waktu itulah aku bertemu Mike Christensen.
Grup itu lalu bubar sangat cepat. Aku sempat dapat peran di beberapa pementasan lain. Lalu aku dapat kontrak kembali ke Philadelphia untuk mengelola sebuah RUMAH HANTU, menjalankan event party adalah tugasku. Di situlah kami memulai bagian bisnis event production (event organizer). Kami membangun Rumah Hantu di sebuah bekas Rumah Sakit Jiwa yang ditutup tahun 50an. Kami punya akses ke sana . Kami ke sana , kami benahi dan melakukan semua pekerjaan yang diperlukan dan menghasilkan 130.000 dolar dalam 22 hari. Sebagian besar hasil itu kami salurkan ke organisasi rehabilitasi korban Narkoba dan alkohol yang memang kami tujukan untuk itu.
Lalu aku kembali ke Seatle dengan 10.000 dolar di dompet dari hasil itu. Pada saat itu aku seperti sedang punya naluri bisnis untuk berani bilang “Ayo bikin grup baru!!” Waktu itu aku cuma berdua dengan Mike. Kami pasang iklan di koran, mengcasting orang yang melamar dan memulai JET CITY IMPROVE.
Apa kamu sudah punya tempat sendiri? Atau, di mana kalian pentas?
Kami menyewa tempat latihan di sebuah studio lukis yang sudah tua di daerah Pioneer Square , di lantai dua. Di situ juga kami laksanakan audisi. Kadang-kadang kami harus menyingkirkan beberapa patung dulu supaya tempat latihan lebih lebar sedikit. Itu adalah tempat paling murah.
Apa kamu menyewa secara rutin? Atau hanya seperlunya kalau latihan?
Kami menyewa secara rutin. Dua kali seminggu. Kami membayar 15 dolar permalam selama 2 jam. Kami bilang ke para pemain, “Kamu latihan dari jam tujuh sampai jam sepuluh.” Kami menyewa tempat jam 7 sampai jam 9. Jadi kami latihan selama 2 jam, lalu kami semua pindah ke bar di seberang jalan. Dan menghabiskan 1 jam terakhir sekedar minum dan ngobrol saling mengenal.
Wah, ini sangat "Russian Rehearsal" (latihan ala Rusia).
Kami memang menuju ke itu. Kami secara sadar telah menetapkan bahwa kami akan latihan 2 jam dan ngobrol 1 jam. Kami lakukan 2 kali seminggu selama sekitar sebulan, atau satu setengah bulan. Lalu tibalah saat Art Walks. Setiap hari kamis pertama setiap bulan adalah Art Walk di Pioneer Square . Mereka menyediakan anggur dan keju, lalu orang-orang berjalan-jalan menyusuri setiap gallery. Hebat sekali. Sangat menyenangkan.
Nah, Galery tempat kami latihan punya ruang belakang yang masih kacau dan yang punya juga bingung mau diapakan. Kami bilang, “Kami akan pentas di ruang itu untuk Art Walk, agar lebih banyak lagi orang datang.” Kami menyewa 50 kursi menyebarkan filyer ke jalan dan orang-orang menonton.
Kami mengundang 2 tamu istimewa. Salah sat tamu itu adalah agen komedy yang menangani semua acara komedi di Bite of Seatle (sebuah festival makanan). Agen itu suka pertunjukan kami, katanya itu fantastik dan langsung mendaftar kami untuk pentas di Bite of Seatle selama 3 hari berturut-turut. Kami meningkat dari pentas dengan 50-60 penonton di ruang sempit di galeri lukisan, lalu ke pentas di 3 hari di Bite of Seatle dengan 350-400 penonton. Dan itu adalah pementasan pertama, kedua, ketiga dan keempat kami.
Pada saat itu kami berpikir, kami bisa melakukan ini, kami bisa memperoleh penonton. Kami punya kelompok yang bagus. Kami punya ide atas apa yang akan kami lakukan.
Orang seperti apa yang kamu cari pada saat kamu menyeleksi orang?
Kami main improve dan melihat siapa yang akan ikut masuk. Salah satu orang yang masuk dan akhirnya lolos adalah orang berjas dan berdasi. Aku bilang padanya “Lepas jas dan dasimu dan santai saja.” Dia pernah bermain musik acapella di kuliah dulu. Dia pindah ke Seatle karena ingin bekerja di Microsoft. Itu tahun 1992, tahun bagus untuk saham perusahaan. Dia punya banyak pengalaman pentas, pengalaman menyanyi, dan bagus. Jadi waktu itu ada aku, Mike, Greg Murray, Ken Milder, dan Cindy Lu.
Lalu ke mana setelah itu?
Kami dapat 50 dolar untuk setiap pentas di Bite of Seatle. Kami mulai menggunakan uang itu untuk bayar sewa tempat latihan. Kami mulai mencari tempat untuk pentas regular. Kami menyewa Fremont Palace sebelum menjadi The Empty Space sampai 3 kali pentas. Kami menyewa gedung-gedung lain dan terus berpentas.
Akhirnya kami menyewa Northwest Actors Studio di Capitol Hill. Kami melakukan pentas larut malam setiap jumat malam, dimulai jam 22.30. Hanya itu yang bisa kami lakukan. Dan para penontonnya masih sekedar teman-teman dan keluarganya. Lalu kami mengambil lagi sepasang pemain. Waktu itu, orang yang masuk hanya karena diajak. “Oh.. aku tahu kamu, kenapa kamu nggak ikut latihan aja? Wah.. kamu bisa main juga ternyata. Gimana kalo kita pentas malem minggu depan?” Nggak ada proses rekrutmen formal.
Kami pentas setiap jumat malam di sana selama 6 bulan. Kalau kita mau pentas, di sana ada tumpukan-tumpukan kayu. Kami harus menyingkirkannya dulu supaya bisa pentas. Lalu mereka (orang-orang sekitar) jadi sadar. “O, iya. Ada orang di sini tengah malam begini, aku lupa.” Tidak banyak infrastruktur untuk teater tengah malam.
Apa kamu juga punya set lampu?
Kami punya seperti yang sekarang masih dipunyai Northwest Actors Studio – beberapa kaleng dengan lampu flood besar di dalamnya. Tahukan? colok! Cabut! Lampu yang kayak gitu. Dan kami punya kaset untuk themesong kami. Mike atau aku memencet play. Itu tandanya pentas dimulai. Seorang tokoh masuk panggung “haloo.. apa kabar? saya MC malam ini…” Nah, lalu tape dimatikan, kaset direwind, lalu berlari ke panggung dan diperkenalkan. Pada akhir pementasan, orang pertama akan berlari keluar panggung dan secepatnya memencet play. Mengalunlah musik penutup. Gitulah hahahaha…
Kami kerjakan kayak gitu selama 6 bulan. Saya masih ingat, salah satu pementasan awal kami, kami nggak kenal siapa yang datang menonton. Lalu kami komentar. “Ya ampun! Siapa orang-orang itu? Aku nggak kenal. Apa di antara kita ada yang kenal mereka? enggak ada? Wow!!! Oke deh!! Hahahah… Keren!!!”
Lalu kita dapat tawaran tempat di Belltown Theatre Center , sekarang udah nggak ada sih. Itu ruang kecil dengan 50 kursi. Di sana banyak pecandu narkoba, pergaulan yang keras, dan banyak studio-studio para seniman. Kami pentas jam 22.30 setiap jumat dan sabtu.
Pemiliknya lalu bilang, “Aku ingin membagi gedung ini denganmu. Tak ada lagi tarif rata-rata. Aku ingin mulai membangun penonton tengah malam.” Itu hanya berjalan 2-3 bulan sebelum akhirnya dia bilang lagi, “Aku harus mendapat “sekian” setiap malamnya.” Kami jawab, “oke, sejumlah itulah aku akan membayar padamu.” Waktu itu penonton kami berangsur naik, sehingga kami bisa membayar gedung dan punya uang ekstra di kantong.
Lalu kami mulai berusaha meningkatkan periklanan kami. Tapi waktu itu, masih hanya Mike dan aku, masih lihat-lihat kondisi, “oke, seberapa banyak ruang latihan minggu ini?”
Apakah ini yang sedang kamu kerjakan dalam bagian ini?
Ya. Kami harus melayani dan menunggu meja untuk bertahan hidup.
Aku dengar kamu punya gelar MFA di bidang acting. Kapan kamu memutuskan untuk kuliah?
Beberapa waktu setelah kami mendirikan grup. Aku tahu bahwa kemampuanku tak akan cukup untuk mencapai apa yang aku inginkan. Dan aku sadar bahwa gelar itu juga merupakan sebuah modal nantinya, jadi kuliah adalah investasi.
Apa kamu pernah mempertimbangkan sekolah di luar Seatle?
Ya. Aku hampir saja melirik National Theatre Conservatory di Denver; mereka menawarkan kesempatan. Aku juga mendaftar di UC San Diego , karena aku ingin belajar pada Steve Pearson. Tapi San Diego memberitahu, “Steve sudah pindah. Sekarang dia pegang program di University of Washington .” Aku tidak jadi melamar ke UC, tapi ke UW. Aku telepon ke sana dan diberi tahu bahwa batas waktu pendaftaran terakhir adalah kemaren. Aku bilang, “Kalo aku daftar sekarang dan aku sudah siapkan apapun yang dibutuhkan, apakah akan diterima? Dia bilang “oke!”. Lalu aku mendaftar. Aku bisa tes di Seatle. Waktu giliranku tes, jadwalnya sudah molor 20 menit. Setelah aku selesai audisi, Steve bilang “aku sudah molor 40 menit.” Lalu Steve meneleponku, dia bilang “Aku sudah melihat 800 pendaftar, dan ini adalah pertama kali aku telepon.” UW adalah tempat yang aku tuju, Dan Steve adalah pelatih yang aku cari.
Steve Pearson pernah di Tadashi Suzuki's Company di Jepang selama 8 tahun. Garis alirannya cukup jauh beda ya?
Ya, memang. Waktu aku mau kuliah, aku bilang pada diriku sendiri, “Cari orang pada siapa kamu ingin belajar, lihat siapa yang memimpin program.” Aku pilih Steve justru karena alirannya yang berbeda itu. Suzuki adalah hal baru yang sedang naik daun di negaranya, juga dalam bidang pendidikan teater. Aku juga sadar aku punya kesempatan untuk belajar badut klasik dan komedi tinggi sama Jack Clay, guru ahli yang ramah, masternya gaya itu. Aku dapat pelatih terbaik untuk dua bidang itu.
Kuliah acting itu sangat banyak tuntutan dan konsekuansinya. Apakah kamu tetap aktif di Jet City Improve waktu kamu kuliah?
Ya.
Bagaimana itu bisa tetap jalan?
Itu berjalan baik-baik saja. Aku tetap bisa latihan. Kalau pentas, aku mungkin ketinggalan sedikit, tergantung bagaimana tugas di kampus saat itu. Kadang aku pentas untuk tugas kampus, selesai, bersihkan make up, lepas kostum, lari ke mobil, tancap gas menuju tempat pentas Jet City Improve. Dan bisa jadi sebaliknya.
Bagaimana pendapat orang-orang di fakultas?
O ya. Heheheh… Sebagian besar orang-orang di kampusku tidak suka dan tidak setuju dengan improvisasi. Steve juga pernah ngobrol tentang itu sama aku. Di bilang, “Apakah itu bisa disebut teater? Penontonnya tidak pernah bisa mencapai katarsis yang ditawarkan pentasmu. Mereka juga tidak mengikuti emosi tokoh di setiap urutan adegan. Mereka terlalu sibuk mengamati ketrampilan orang yang ada di panggung dan mengikuti siapa yang sedang disorot lampu.” Penjelasanku padanya adalah, “kalau ini dilakukan dengan baik, keduanya akan tercapai, penonton mengikuti ceritanya dan sekaligus terkesima dengan ketrampilan pemain. Ini pertunjukan yang disempurnakan.
Bisa kamu ceritakan sedikit lagi soal kerja samamu dengan Mike, dan gimana prosesnya?
Waktu pertama kami mulai, Mike sudah ikut banyak pelatihan improvisasi. Dia sudah pernah ikut kelas pelatihan di Unexpected Productions. Aku malah belum pernah bener-benar mencoba improvisasi waktu itu, bahkan belum mempelajarinya. Tapi prinsipnya kan kami sama-sama aktor, dia juga punya ijasah MFA, kami kerja sama untuk menciptakan lebih banyak teater, story telling, lebih dari sekedar permainan murahan. Kami berangkat dari gagasan bahwa “ini adalah cerita”. Kalo ini adalah cerita 3 menit, ya ini cerita 3 menit, cerita 15 menit ya cerita 15 menit. Ya itu cuma cerita, ada yang pendek ada yang panjang, dan apapun itu tak masalah. Kami memikirkan apa yang bisa kami lakukan dan bagaimana kami akan melakukannya, yang terpenting kami sudah berniat harus bisa bertahan hidup dengan jalan seperti itu.
Berapa lama dari titik perjuangan itu sampai kamu merasa benar-benar bisa hidup dari teater?
Kami mencoba menghasilkan uang dari situ sampai 3 atau 4 tahunan. Setelah itupun aku nggak mengerjakan kerjaan lain kecuali kontrak-kontrak dengan pihak lain. Jadi sampai sekarang ya kami masih pentas improvisasi dan juga menerima kontrak kerja kalo ada pihak yang lain yang butuh tenaga kami. Kontrak-kontrak itu memberi suplemen pada penghasilan dan bahkan karya kami.
Aku tertarik pada bagaimana Jet City bertumbuh. Apa sih kunci suksesnya?
Serangkaian kecelakaan yang menyenangkan hahaha… Salah satunya adalah kita harus membayar pajak ke Pemkot. Kita kan harus bayar 5% dari harga tiket penuh ke Pemkot. Meski kami berikan tiket gratis tetap kita harus bayar pajak 5%. Dan semua orang membayarnya, kecuali kita adalah grup nonprofit.
Nah, jadi kami putuskan mendirikan lembaga non-profit. Namanya Wing-It Productions. Lembaga ini yang akan menangani produksi pertunjukan Jet City Improve. Jadi kami mengurus ijin lembaga non-profit, lalu memulai proyek Wing-It Productions, nah setelah 31 desember kami mengakuisisi Jet City. Jadi Jet City Improve adalah kelompok pertunjukan di bawah payung produksi Wing-It Productions.
Apa konsekuensinya setelah itu adalah kami jadi sadar bahwa ada kesempatan atau bahkan kewajiban untuk memikirkan apa yang harus kita kerjakan selain mengurus Jet City Improve. Ini membuat kami punya jalan untuk masuknya banyak ide-ide lain yang terus mengalir. Nah itulah jalan nasib tumbuhnya Jet City Improve.
Hal lainnya adalah, pengelola gedung Belltown Theatre Center yang kami pakai mulai menyadari berapa jumlah penonton kami. Pentas kami selalu penuh, 49 kursi. Kami lalu meningkatkan jumlahnya menjadi 60 kursi serta mengakali supaya pimpinan gedung tidak tahu. Kami masukkan penonton, kunci pintu dan mulai pentas. Pengurus gedung tahu dan mereka memandang kesempatan ini. Ada satu grup improvisasi dan banyak penonton mengantre. Maka pengelola Belltown mendirikan grup Improvisasi juga… lalu kami diberitahu salah satu anggota mereka tentang rencana Beltown mendirikan grup sendiri itu. Kami jawab “thanks” dan kami pindah cari gedung lain.
Nah, temanku, Valerie Curtis-Newton, seorang sutradara yang kerja sama aku waktu di University of Washington , dapat proyek mengelola Ethnic Cultural Theatre. Dia sedang memikirkan cara mensukseskan program di gedung itu yang juga adalah milik UW. Gedung mereka hanya punya 2 sampai 3 produksi mahasiswa setiap tahun dan selain itu adalah grup-grup luar kampus yang menyewa gedung. Tidak ada program utama di gedung itu sejak The Group Theater pindah ke tempat barunya di Seattle Center. Jadi kami masukkan proposal ke sana . Masuk. Mulai bulan Januari itu kami resmi pindah tempat pentas ke Ethnic Cultural Theatre di kompleks kampus UW. Dari 49 kursi di Beltown, sekarang kami main di gedung dengan 60-180 kursi di kampus UW.
Dengan akses penonton banyak.
Dengan akses ke kantor pemerintahan setengah blok dari situ.
Kami khawatir pada biaya yang harus kami keluarkan lagi. Kami harus mengeluarkan 3 kali lipat biaya sewanya perbulan. Tapi mereka mau membantu promosinya. Dan kami juga sedang melangkah mencari leasing (pembiayaan). Setelah 3 bulan pertama kami memulai mengajukan leasing, dan setelah 6 bulan kemudian, kita dapat leasing.
Waktu itulah jaman pencerahan kami. Banyak yang terjadi. Penonton meningkat, kerapian manajemen meningkat. Status hukum kami jelas dan orang-orang tahu siapa kami. Tiba-tiba kami dapat banyak reputasi. Kami dapat akses ke banyak pihak, yang memungkinkan kami meningkatkan bidang publikasi dan promosi yang membuat akses semakin luas ke lebih banyak pihak. Kami melakukan langkah besar waktu itu. Kami melangkah dari sekedar mendapat uang, melakukan banyak hal menyenangkan. Kami aktif di sana dari Januari 1997 sampai Februari 2003, sampai akhirnya kami pindah lagi ke The Historic University Theatre.
Gimana soal kebijakan belanja dana penghasilan kalian?
Uang lari ke para pemain dan sebagian ke tabungan. Kami sudah memulai perusahaan entertainment yang sangat menguntungkan. Setiap kali program berjalan, kami dapat uang masuk, 1/3 adalah biaya gaji, 1/3 keuntungan perusahaan dan 1/3 biaya promosi dan kebutuhan lain. Jadi perusahaan punya tabungan dari 1/3 dana masuk. Dan itu menjadi sumber dana yang selalu meningkat.
Kami selalu memastikan pekerja mendapat bayaran sebanyak mungkin kami bisa. Pemain harus dibayar. Itu sudah menjadi persoalan di semua grup di kota ini. Aku sudah pernah main di berbagai tempat dan grup, dan menandatangani kontrak yang berbunyi “yah.. ini $25. terima kasih untuk proses 3 bulan kita.” Atau, “kamu tidak dapat apa-apa, terima kasih untuk proses 3 bulan kita.” Yang terakhir lebih banyak kasusnya hahaha… Di Jet City sendiri kami mematok bayaran rata-rata $10 perpertunjukan.
Bagaimana tentang latihan? Apakah itu juga sesuatu yang wajib dan berfasilitas lengkap?
Dalam latihan, kami bekerja terhadap hal-hal baru. Kita coba permainan lama yang masih bermasalah, atau mengolah sesuatu yang terjadi dalam pertunjukan. Kami juga bisa mencoba teknik dari model pertunjukan lain. Kami juga mengolah sesuatu hal kecil yang sudah melemah dari penampilan kami, seperti penciptaan lingkungan, karakter, atau apapun yang kami inginkan.
Tapi--aku baru menyadarinya akhir-akhir ini—hal paling penting dari proses latihan yang sebenarnya adalah semua orang datang ke ruang latihan dalam keadaan ceria dan fun. Kalo itu bisa didapat, pentas pasti berjalan lebih lancar.
Seperti misalnya mengajak mereka ke bar di awal-awal proses?
Jam latihan itu tidak memberikan banyak hal lho. Right? Yang penting hanya menyadari kebersamaan. Dan seketika aku menyadari itu, semua tekanan dalam latihan juga langsung mengendur. Focusnya hanyalah mengumpulkan mereka, berkumpul bersama, bermain dan menghasilkan sesuatu, dengan penuh keceriaan. Karena ketika nanti kami pentas, kan kami akan melakukan itu. Bukan semata-mata “aku harus konsentrasi dengan keras mengingat semua tugasku.”
Berapa jumlah pasukanmu sekarang?
24, termasuk aku dan Mike.
Aku lihat ada banyak wanita di dalam groupmu, melebihi porsi umumnya, bagaimana ini bisa terjadi?
Ya betul. Aku menghindari mengcasting sesorang dengan alasan ras, jenis kelamin ataupun agama. Aku menugaskan seseorang karena memang ia yang terbaik untuk tugas itu. Tapi ketika kami punya 2 atau 3 cewek main sama kami, kami mulai sadar bahwa kami bisa melakukan sesuatu yang lebih lagi karena adanya pemain wanita, pertunjukan juga menjadi semakin lengkap. Dan kami lalu mencari lebih banyak pemain cewek lagi.
Menurutmu group ini sekarang berjalan ke mana dan kamu menginginkan ke mana?
Kami sudah melakukan lompatan dari sebuah grup kecil menjadi grup kelas menengah. Yah, kami menginginkan lompatan berikutnya yang telah menjadi keyakinan kami. Pendapatan meningkat, donatur meningkat, dan apapun yang membuat kami bisa melompat lebih tinggi. Punya tenaga full time lebih banyak lagi, tenaga kerja lebih banyak, bayaran lebih tinggi dan sebagainya. Sampai sekarang masih naya aku dan Mike yang kerja fulltime dan dua orang part timer yang bekerja sehari perminggu.
Bagaimana kamau memandang bentuk seni dari pengembangan Improvisasi ini?
Menurutku dunia berkembang dari komedi ke teater bernaskah, lalu orang sadar bahwa improvisasi itu bisa dijangkau siapa saja, meski tanpa pengalaman pelatihan teater sekalipun. Jadi kami sampai pada titik di mana banyak orang telah melakukan pertunjukan improvisasi dengan tanpa latar belakang teater, tanpa training, dan tanpa topeng di atas panggung. Sampai sekarang mereka masih manggung. Dan mereka tidak pernah menyebut dirinya aktor, mereka menyebut dirinya Improvisor. Aku sangat berharap mereka akan menyadari bahwa mereka aktor dan mendapatkan training memadahi untuk menjadi aktor. Atau kami akan mencari tenaga aktor yang mau bermain improvisasi. Kupikir itu adalah langkah jangka pendek ke depan. Sekarang sih, masih cukup indah bagiku di mana improve sangat terbuka dan terjangkau oleh siapapun yang ingin masuk dan bermain. Tapi merekalah bagian dari yang menamakan improvisasi. Kamu akan melihat pemain yang tidak benar-benar hadir di panggung, tak mau menghadap ke depan dan tak bisa didengar suaranya. Aku ingin orang-orang yang punya pengalaman teater.
Motto grup mu adalah "A Higher Plane of Comedy." Apa artinya?
Ketika kami mulai, kami memilihnya untuk menyampaikan bahwa kami tidak akan “ngomong kasar” di panggung. Kami tidak akan menyajikan humor yang tidak sesuai, kami tidak akan menyampaikan tentang sex dan narkoba atau hal lain yang akhir di kemudian hari sering menjadi bahan pentas improvisasi lain- dan sampai sekarang. Kami menantang diri untuk tidak bekerja kotor. Kami menemukan bahwa penonton meresponnya. Kami menemukan orang-orang membawa keluarganya, ada grup orang-orang Kristen, ada grup gereja, ada banyak orang muncul di pertunjukan kami karena mereka ternyata merespon kami.
Trus bagaimana pendapatmu tantang hari kerja? Atau minggu kerja?
Aku sadar bahwa bekerja 7 hari seminggu itu buruk. Kita akan selalu kecewa karena melihat orang lain tidak bekerja sebanyak kita. Lalu kita akan bilang “Ah…. Ngapain aku kerja 7 hari seminggu, aku juga punya kehidupan pribadi.” Hahahaha…
Jadi, biasanya aku kerja 4-5 jam perhari di kantor. Menjawab telepon, menyelesaikan email, mengurus proyek, melamar bea siswa atau hibah, mengkoordinasi anak buah, memasarkan program, rencana proyek baru dsb. Jadi hanya 15-20 jam seminggu. Di luar itu ada banyak rapat, diskusi, networking, nah jadi 40 jaman. 40 puluh lebih sedikit lah.
Apa yang menjaga semangat artistikmu?
Membuat proyek baru, seperti Lost Folio. Sambil menjaga pentas larut malam ini terus berlangsung.
Kamu juga masih main?
Ya sekali atau dua kali setahun. Bagiku, kesempatan main seperti Seattle Children’s Theatre adalah kesempatan bagus untuk melupakan bisnis sementara. Setelah itu kembali ke bisnis dan aku punya perspektif baru. Itu adalah istirahat yang bagus. Istirahat tapi tetap di bayar hahahah…
Apa nasehatmu buat aktor konvensional yang ingin mencoba teater improvisasi?
Carilah komunitas Usaha Kecil Menengah. Carilah komunitas diskusi atau kursus bisnis kecil di kotamu. Ikuti kursus atau seminar atau apapun di sana . Pelajari bagaimana merancang business Plan dan bagaimana memulai bisnis. Mungkin itu butuh 8 jam sehari atau lebih. Kalo di sini biayanya sekitar $25 sudah dapat makan siang. Itu nasehatku untuk siapa saja. Untuk semua petualangan bisnis artistic. Sangat banyak seniman bergerak tanpa ini. Dan itu pasti membuang waktu. Kamu mencurahkan waktu, biaya dan pikiran kamu sementara kamu sendiri nggak tahu harus bagaimana.
Apa nasehat lainnya?
Terjunlah. Cari organisasi pelayanan di daerahmu, departemen perdagangan, pariwisata, rotary club agen wisata atau apapun. Pastikan mereka semua tahu keberadaan kamu. Buatlah kamu menjadi bagian dari komunitas yang besar. Karena kalo tidak, kamu seperti berbisnis di sebuah bola. Kita ada di wilayah teater yang tergantung dari masyarakat, tak mungkin kita bergerak seperti di ruang hampa.
Itulah kenapa aku memilih status non profit. Non profit dimiliki oleh komunitas, kamu tidak memiliki saham secara individual dalam komunitas. Ketika bubar, bubar.. kamu nggak punya apa-apa. Ketika kamu pergi, pergi saja. Tapi kan kamu berbuat ini untuk masyarakat. Seperti yang sudah tertuang dalam misi group kan ? Mendidik dan menghibur. Nah inilah yang aku ikuti.
Apa sih tugas paling berat dari pekerjaanmu ini?
Memenej sumber daya yang harus terus tumbuh ke depan. Kami punya sumber daya terbatas, dan mereka harus ditempatkan di mana kami akan menuju di masa datang. Harus. Kita harus berpikir untuk terus berkembang.
Apa yang paling menyenangkan dari pekerjaanmu?
Aku mulai melihat group ini semakin besar. Dan aku bisa berkata :”Kita berhasil. Kita punya teater ini, kita sudah melakukannya.” Kupikir, menghadapi pekerjaan, dan mendapatkan kesadaran masyarakat bahwa ini hal yang cukup besar, terkenal dan sukses-dan gajiku terbayar-ini adalah hal menakjubkan bagiku. Aku suka berada di lingkaran ini. Datang ke komunitas bisnis dan bercerita tentang improvisasiku lalu ada yang berkomentar “wow.. ini cerita sukses yang hebat!!” yah begitulah hahahaha…
-interviewed by Rachel Rutherford
Sumber : www.aact.org . Alih Bahasa oleh M. Ahmad Jalidu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar